There was time when I felt "empty". Setiap hari hidup gue cuma disibukkan cuma dengan kerja dan hura-hura. Sampai kemudian gue berada di satu titik dan bertanya, "If I die tomorrow, have I done enough here?". Yang terjadi kemudian adalah gue berusaha mengurai apa saja yang pernah gue lakukan secara pribadi dan menemukan bahwa gue belum pernah melakukan apapun yang berguna bagi orang lain.

Gue cuma bisa bilang di sini ada campur tangan Tuhan. Gimana nggak, ada banyak sekali gerakan-gerakan yang gue coba follow akunnya di twitter tapi belum ada satupun yang bisa menggerakkan hati gue untuk bergabung. Sampai akhirnya suatu hari gue lagi tidur siang, tiba-tiba terbangun entah karena apa, ambil BB, buka twitter, dan terbaca di akun @justsilly bahwa dia ingin sekali membuat komunitas yang membantu mendampingi anak-anak sakit. Gue reply untuk menanyakan bagaimana cara bergabung, kemudian tidur lagi. Empat jam kemudian mbak Silly membalas pertanyaan gue dan memberitahu bagaimana cara bergabung. Voila!

Yang terjadi kemudian adalah rentetan berbagai kejadian yang cukup menciptakan "roller coaster of emotions". Dimulai dengan berbagai meeting untuk mempersiapkan acara pertama bertajuk "Christmas Magic for Kids" di Bangsal Anak RSCM pada Desember 2011 dalam waktu hanya dua minggu sejak 3 Little Angels terbentuk, sampai kemudian diikuti dengan rencana melaksanakan kegiatan serupa di Surabaya pada Januari 2012. Tuhan pun berkenan menguji kesungguhan kami untuk berbagi dengan cara mengirimkan Auliya yang harus kami bantu, sampai akhir hayatnya.

Gue selalu percaya teman baik tidak tercipta begitu saja. Teman baik terbentuk karena kebersamaan yang panjang dan berbagi pengalaman baik buruk suka duka bersama. Teman baik, buat gue, biasanya baru terbentuk setelah berteman lebih dari tiga bulan. Anehnya hal ini tidak terjadi dengan teman-teman dari 3LA. Iya memang saat awal berkorespondensi melalui milis kami semua saling menegur sapa dengan sopan. Kata sapaan aku, saya, kamu bertebaran dimana-mana. Semuanya berkesan formal. Keformalan itu mulai pecah sejak kami mulai sering bertemu dalam rapat persiapan acara. Sudah mulai bisa saling bertukar canda dan bahkan mencela :)

Tapi yang bisa gue anggap sebagai "gong" yang memecahkan keformalan itu adalah saat seorang chef, yang kemudian menjadi anggota 3LA, membaca TL akun twitter kami semua yang sedang sibuk memperbincangkan kegantengannya :)) Gue masih ingat saat itu tawa kencang pecah di BBM group. Dan itu pertama kalinya gue gak bisa berhenti tertawa selama satu hari penuh dan ditanya oleh 6 orang tidak dikenal yang melihat gue tertawa sepanjang jalan sambil mata tidak lepas dari layar BB. It was good :))

Sejak saat itu mulailah kata-kata sopan di grup berganti dengan "kelepak ...." "lempar bakiak ke ....." dan segala macam dengan intonasi yang sama :)) Kekakuan mencair. Semua menjadi satu. Gue yang awalnya disangka sebagai orang yang diam, ternyata menjadi salah satu biang keonaran :))

Setelah kejadian sang chef, datanglah "masa-masa mendampingi Auliya". Dari mulai memindahkan Auliya ke RS Mitra Kemayoran yang memakan banyak tenaga dan emosi serta air mata, menjaga di RS selama 10 hari, sampai kemudian Auliya meninggal. Selama itu juga semua anggota yang aktif mendampingi mulai menjalin hubungan emosional, tanpa disadari. Yes, we have become a family :)

Entah dengan yang lain, tapi gue merasa anggota 3LA adalah keluarga baru gue yang sangat gue sayang. Mereka boleh anggap gue apa saja, tapi gue akan tetap anggap mereka keluarga gue. Dan ini perasaan yang sejujurnya belum pernah gue rasakan sebelumnya. Gue punya banyak sekali sahabat-sahabat baik yang sampai sekarang juga masih sangat berhubungan baik, tapi mereka "beda" dengan keluarga 3LA ini.

Gue punya harapan besar untuk 3LA. Gue ingin sekali 3LA jadi gerakan yang terus hidup sampai kapanpun itu. Gue yakin semua juga punya harapan yang sama. Semoga saja sampai kami tua nanti kami masih bisa terus bersama bersenang-senang sebagai sebuah keluarga besar yang punya tujuan sama: membantu anak-anak dari keluarga miskin yang sakit.