Masih dalam rangka iseng ngabisin tepung gandum, kemaren seharian ngubek-ngubek internet nyari resep muffin yang gurih. Memang sebenarnya gue lebih suka makanan gurih daripada manis. Nah akhirnya nemu beberapa resep yang kemudian gue gabung jadi satu. Jadinya gini nih.




Bahan kering:
180gram tepung gandum
1/2 sdt baking powder
1/2 sdt soda kue
1/4 sdt garam
1/4 sdt lada (tadi lada putih karena ternyata lada hitam habis di rumah. rasanya lada hitam lebih ok)
1/4 sdt italian seasoning

Bahan Basah
150ml susu hangat, dicampur dengan 1sdm cuka atau air jeruk lemon didiamkan 5-10 menit
3sdm olive oil (gue pakai canola)
2 telur

Isi (sebenarnya bisa apa aja terserah)
75gram keju parut
sejumput jamur
dua lembar smoked beef
1 buah bawang bombay yang sudah dikaramelisasi

Cara membuat:
1. Campur rata bahan kering, sisihkan
2. Dalam baskom aduk memakai whisk bahan basah sampai rata, kira-kira 5 menit aja
3. Masukkan isi, aduk rata sebentar
4. Masukkan bahan kering, aduk lipat dengan memakai spatula
5. Masukkan ke oven yang sudah dipanaskan sebelumnya. Panggang 30 menit
6. Silakan dicaplok

Beli hp baru karena tergoda katanya kameranya 5 mega, tapi kok buat foto makanan aja bagusan pakai hp yang sebelumnya ya :( Memoto makanan kan hobi gue, jadi kalo kameranya jelek berasa gengges banget dah

Semalam bikin pudding mangga sama muffin buat Gendis bekal sekolah. Pudding mangganya enak sih tapi rasanya lebih cocok untuk orang dewasa dibanding anak kecil. Muffin? Jelas enak dong hehehe..

Dari berbagai resep yang berseliweran akhirnya gue memilih untuk mengganti beberapa bahan demi kepentingan kesehatan. Jieeehhh.... kesehatan dari mana kalo tetep pake butter dan coklat :P Eh ini iseng coklat bubuknya pakai valrhorna, jadi rasanya emang dahsyat enak bener loh

Resep:

180 gram margarin dicairkan, biarkan dingin (gue: blue band)
 2 butir telur
 150ml susu (gue: susu kedelai beraroma vanilla)

(taruh di satu tempat diaduk rata)
200gr terigu (gue: tepung gandum)
120 gram gula halus
50 gram brown sugar (gue: gula palem)
1/4 sdt baking powder
1/4 sdt soda kue
50gr coklat bubuk (gue: valrhorna)
50gr choc chips
vanilla bubuk (gue: gak pake) ====>> kalo mau bisa ditambah kismis dan almond

 Taburan:
 Choc chips 50gram


Cara buat:
1. Panaskan oven sampai 180 derajat
2.Kocok rata margarin cair, telur dan susu sampai rata pakai whisk yang dari kawat itu. Gak usah lama-lama paling 3 menit aja
3. Masukkan campuran berbagai bahan kering. Aduk rata pakai spatula sampai rata. Jangan lama-lama diaduk.
4. Adonannya akan jadi kental goey gitu deh. Tinggal masukkan ke cetakan muffin di dalam loyang
5. Panggang 20-25 menit, tergantung ovennya.
Lagi males tulis karena bete. Nyampein berita yang buat orang lain bisa berkaca-kaca bahagia eh si makyak cuma lempeng dot com ajah. Well, maybe she needs to sink it in.

Nih tadi makan di Mr. Curry, pesannya Beef Hamburg Black Curry, dengan tingkat kepedasan Very Spicy. Harganya 65ribu. Enak sih buat gue, tapi nyonyah Amy gak suka. Beda selera lagi kita. Potonya jelek karena hitam, tapi rasanya gak sejelek fotonya.

Nasinya banyak banget. Biasanya kalo porsi nasi segitu gue gak abis. Tapi berhubung karinya enak, ludes deh tuh nasi. Liat nih buktinya



Selesai makan langsung rasanya gak bisa bergerak. Begah abis. Oiya, meja sebelah pesanannya banyaaakkk banget. Kalo satu porsi aja gue begah, gimana mereka yang satu orang bisa satu porsi plus appetizer dan dessert ya?



Oiya, sempet sebel tadi. Waktu selesai liat-liat menu, gue manggil waitress untuk ambil pesanan kan. Dia lihat jelas gue melambaikan tangan dan dia langsung menghampiri. Setengah jalan ke meja gue, ada meja lain minta bill. Eh dia berhenti ngurus bill itu dulu. Tujuh menit gue nunggu masih gue diamkan. Setelah itu dia menuju meja gue, gue nunjuk sesuatu di buku menu mau nanya itu apa, eeeehhh meja sebelah manggil karena mau pindah meja. Dia ngurus dulu yang pindah meja. Haduh haduh.... Piye tho? Yang manggil kan gue. It took her another five minutes to deal with that group. Pas sampe meja langsung dong gue sedikit marahin. Gue bilang, "Mbak tuh yang manggil saya, terus mbak urus dulu bill orang itu, abis itu saya lagi ngomong nanya menu mbak ninggalin gitu aja ngurus mereka. Gimana sih" Then, she simply said sorry. Untung lagi baik hati. Kalo lagi bete pasti keluar kata-kata pamungkas: "Panggil manager kamu ke sini. SEKARANG."
Ini judulnya mati gaya kurang kerjaan di saat hujan. Jadi deh bikin cemilan super duper gak sehat, tapi yang penting bersih karena bikinan sendiri hehehe...

Cara buat: kulit lumpia digelar, taruh tape singkong yang sudah dihaluskan, taruh irisan keju quick melt, taburi meses coklat. Bungkus rapi, goreng di minyak panas dengan api kecil.

Buat sore-sore sih cukup menghibur hati, apalagi kalau makannya didampingi minuman secang hangat. Pak Lurah lewat cuekin ajah!


Ketika kita membandingkan sesuatu, bandingkanlah apel dengan apel. Jangan apel dengan delima, ya beda rasanya :)

Keinginan untuk membandingkan itu pula yang malam ini membawa gue ke wilayah di bilangan Senopati. Seperti sudah banyak diketahui di Senopati, tepatnya Jl. Bhakti, ada warung steak yang dua tahun belakangan sangat menjulang namanya karena menjual wagyu dengan harga yang relatif terjangkau. Sang pemilik adalah orang-orang yang biasa berkecimpung di dunia periklanan, tidak heran mereka bisa menemukan cara yang sangat ampuh untuk mempromosikan warungnya. Harus dipahami, sebagaimana gencarnyapun sebuah promosi, tidak akan berhasil kalau makanan yang dijual tidak enak. Nah, si warung ini adalah kombinasi yang sangat hebat antara promosi yang brilian, dengan bantuan Twitter, dan rasa makanan yang patut diacungi jempol.

Popularitas si warung steak di Jl. Bhakti nampaknya menggelitik pengusaha makanan serupa. Sinou cafe sebenarnya berawal dari sebuah cafe dua lantai di kawasan Panglima Polim. Beberapa majalah pernah menulis bagaimana enaknya makanan yang mereka jual dan nyamannya tempat itu. Kenyataannya waktu gue datang, makanannya cuma enak sekedarnya saja, cafenya penuh asap rokok karena tidak ada pemisahan, dan jauh dari kesan romantis seperti yang disebut-sebut sebelumnya.

Pengalaman itu yang membuat gue agak sedikit enggan untuk mendatangi Sinou yang ada di Senopati ini. Berbekal pernyataan dari beberapa orang yang meyakinkan konsepnya berbeda, kaki ini pun gue paksa untuk menginjak gas dan kopling walaupun rasanya betis sudah kaku malam ini.


Dalam perjalanan gue sudah berusaha untuk tiba sebelum jam 7 karena yakin sekali parkirannya akan penuh. Untungnya tiba masih 15 menit sebelum jam 7 dan masih ada parkiran untuk 3 mobil lagi. Aman :) Rumah makan ini dibuat berkonsep nanggung sebenarnya. Maunya sih bergaya peternakan di Amerika sana tapi nggak sampai. Dan satu hal yang kami bahas tadi, kalau konsepnya Amerika, kok toiletnya diberi tanda "To the Loo"? Hayoooooo yang suka nonton film berbahasa Inggris. Kalau tulisannya "Loo" berarti ini bahasa Inggris dari negara mana ya? :)

Dengan tujuan membandingkan tadi akhirnya gue memesan wagyu potongan bagian punggung (duh..mendadak lupa namanya apa) medium well done dan teman gue memesan rib eye wagyu well done. Kami berdua memilih dua macam saus: mushroom dan Sinou special creamy sauce.

Taraaaaaa... Dalam waktu kurang dari 10 menit daging pun tiba. Langsung gue melirik ke jam tangan dan saat itu juga gue yakin satu hal: mereka sudah siapkan daging setengah matang. Steak dengan ketebalan sebesar ini dan untuk tingkat kematangan medium well punya gue harusnya dipersiapkan selama 12 menit, sementara punya teman gue harusnya 16 menit. Kenyataannya, makanan kami tiba dengan selisih waktu 1 menit saja. Gue berpikir, "Baiklah... Ini satu perbedaan. Mari kita coba makan". Mulailah gue mencicip ke dua macam saus. Enak, tapi tidak istimewa, cukupan aja. Sebenarnya kedua saus ini mirip, hanya si special sauce sepertinya ditambahi sedikit mustard dan ada rosemarry. Langkah berikutnya tentu saja memotong steak. Apa yang terjadi? Steak gue udah well done :) Gak ada lagi warna merah muda yang menjadi ciri khas steak medium well done. Itulah yang terjadi kalau dagingnya sudah dimasak setengah matang. Harusnya mereka sadar, daging kalau sudah dipanggang kemudian diangkat dalam keadaan panas, proses pematangannnya akan terus terjadi. Jadi jangan harap di restoran ini bisa dapat daging medium dan medium well yang tepat ya. Rasa steak-nya sih enak, tidak kalah dengan tetangga sebelah, hanya saja kok gue merindukan rasa rosemarry yang sangat kental di produk tetangga itu ya?



Ternyata juga, sausnya tidak cocok dipakai untuk mencocol steaknya. Steaknya enak, sausnya enak, tapi kalau dipadukan gak cocok. Cocoknya dimakan sendiri sendiri. Oiya, steak ini disajikan dengan pilihan french fries atau mashed potato dan tumisan sayuran. Tumisan sayurannya agak manis, tapi gue suka. Mashed potato-nya kelamaan ditumbuk, jadi glutennya keburu kebanyakan keluar. Kalau langsung dimakan mungkin gak akan terlalu kentara, tapi berhubung mereka sudah persiapkan untuk semua pengunjung alias didiamkan beberapa jam, glutennya itu sangat terasa di lidah. I don't really like it.


Kelebihan dari rumah makan ini, kalau ini boleh disebut sebagai "kelebihan" adalah tempatnya lumayan sepi, cukup nyaman untuk menikmati makanan tanpa terganggu orang antri yang membuat tak enak hati jika kita ingin berlama-lama. Sementara itu kekurangannya adalah, mereka hanya menyajikan steak, tanpa dessert. Tadi itu rasanya I could use some chocolate or tiramisu or a cup of coffee.

Penilaian keseluruhan oke lah. Definitely gak keberatan balik lagi, tapi kalo udah sampai Senopati kayanya godaan jl Bhakti lebih besar :)
Semua orang kerja pasti punya occupational hazard dong ya. Buat freelancer kaya gue hazard itu berupa makanan-makanan enak penuh lemak yang selalu disajikan di berbagai hotel berbintang, dan tidak berbintang, tempat di mana biasanya gue bekerja. Karena alasan itu juga lidah gue sekarang agak "kebal". Susah banget nemu makanan yang bisa bikin merem melek karena keenakan.

Salah satu resiko lain orang yang gak punya kantor kaya gue adalah saat gue harus duduk menghadapi setumpuk dokumen yang harus dikerjakan, rasanya ingin berada di tengah-tengah orang lain yang bisa diumpamakan sebagai teman kantor. Emang jelas beda sih, tapi kan bisa pura-pura. Cara yang gue biasa lakukan adalah ngangkut laptop ke bekas kantor jaman dulu terus numpang kerja di sana atau ke kafe nyari tempat ngopi. Beli satu gelas kopi, yang memang selalu gue butuhkan, kadang dengan satu snack atau makan besar kalau memang waktunya makan, dan gue bisa duduk sampai dengan 3 jam di situ.

Kali ini tempat yang terpilih adalah QBox di basement Pacific Place. Mengapa QBox. Ini disebabkan ulasan di sebuah situs web yang mengkhususkan dirinya pada referensi restoran, resep masakan, dan hal-hal terkait dengan kedua hal tadi. Dan karena gue baru keluar rumah jam 2 siang rasanya harus cari tempat yang bisa buat ngemil aja. Alasan lainnya, gue pecinta makanan peranakan. Nah karena konsep masakan restoran ini peranakan, makanya berminat untuk nyamperin

Sampai di lokasi ternyata lumayan kosong. Ya mungkin gelombang orang makan siang udah selesai ya. Dilihat dari lebih dari sekitar 25 meja yang mereka miliki, rasanya mungkin tempat ini ramai di jam makan siang atau malam. Kali itu hanya sekitar 5-6 meja yang terisi. Satu hal yang gue suka, restoran ini BEBAS ASAP ROKOK hehehe...

Lihat-lihat menu selalu menjadi bagian yang menyenangkan. Setelah 10 menit akhirnya gue menjatuhkan pilihan ke: carrot cake (sebenarnya kue lobak), es lychee selasih, dan coffee latte (teteeeuuppp harus ngopi). Sambil nunggu pesanan datang, mulailah gue mengeluarkan laptop dan segala peprintilannya. Begitu siap-siap mengetik, baru terasa satu hal. Kursi yang gue duduki ternyata tidak nyaman. Bagian tempat duduknya agak cekung ke dalam sedikit, ini menyusahkan orang yang kakinya pendek seperti gue karena jadi menggantung, dan sandarannya agak bergelombang. Hmmm... rasanya bukan tempat yang tepat untuk bekerja selama 3 jam.

Kue lobak datang dalam waktu 10 menit saja. Rasanya kue lobak ini bukan fresh dari penggorengan deh, karena panasnya beda. Sepertinya sudah matang dari tadi tinggal dihangatkan saja. Kue lobak ini disajikan di piring dan ditaburi dengan telur yang dimasak acak seperti orak arik. Rasanya sih lumayan enak tapi menurut selera gue terlalu "basah". Kue lobak lain yang pernah gue makan semuanya agak kering. Harganya Rp. 40.000++ dan buat gue ini terlalu mahal.



Yang kedua datang si coffee latte. Gue memang gak berharap banyak dari restoran kaya gini, udah ada rasa kopinya aja udah sukur. Dan harapan gue itu benar :) Jadi gak usah dibahas yaaaa....


Es lychee selasihnya datang dalam ukuran cukup besar

Sebagai pecinta berat selasih, gue langsung senyum lebar saat es ini tiba. Selasihnya banyak banget. Enak kan kenyal kenyal di dalam mulut :) Rasanya sih standar ya. Harganya Rp. 35.000++.

Sebenarnya masih tergoda untuk mencoba makanan lainnya, terutama makanan beratnya. Mungkin lain kali akan mampir lagi.
Biasanya pada saat gue ulang tahun gue akan melakukan perjalanan ke suatu tempat yang belum pernah didatangi sebelumnya. Tahun ini rencananya mau pergi ke tempat yang sudah sering didatangi, Yogya, tapi melakukan hal yang tidak pernah dilakukan sebelumnya. Nyepi. Tadinya berangan-angan akan menginap di suatu hotel yang terkenal karena mempertahankan nuansa alam desa, dan tidak ada satu kamar pun yang dilengkapi dengan televisi atau radio. Semua penginap di sana akan diberikan sarana menyibukkan diri seperti alat-alat olahraga, permainan papan (catur, halma, ludo, kartu dsb) dan perpustakaan yang lengkap. Kebanyakan tamunya adalah wisatawan manca negara yang memang ingin menikmati alam desa dan hidup tanpa gangguan alat hiburan elektronik.

Apa daya rencana tinggal rencana. Entah kenapa bulan kemarin itu full dengan kerjaan. Alhamdulillah rejekinya lancar :) Hari ultah gue nggak ada kerjaan, hebat ya yang ngatur, tapi diapit dengan dua kerjaan penting. Akhirnya tiket menuju Yogya pun terpaksa dihanguskan. Buang uang deh. Untung belinya promo Air Asia :)

Karena ingin tetap menyenangkan hati maka hari itu sudah disiapkan agar bisa menikmati Jakarta tapi dengan melakukan apapun yang gue suka. Ya gak jauh-jauh dari urusan makan dan pijat sih hehehe... Pilih sana pilih sini akhirnya menetapkan untuk mencoba restoran baru di wilayah Menteng, jl. Teuku Umar tepatnya, yang kelihatan sangat menarik. Namanya Bistro Boulevard.

Bistro Boulevard ini kalau tidak salah sebenarnya adalah gedung tua yang dilindungi pemerintah DKI, entah mengapa akhirnya bisa dijadikan restoran. Maklum, yang punya pun anaknya mantan DKI-1. Dulu restoran ini pernah dibuka sebagai klub malam namanya Buddha Bar, yang merupakan franchise dari Buddha Bar di Amerika sana. Setau gue, karena gak pernah ke sana, di dalam Buddha Bar itu mereka memasang patung Buddha berwarna keemasan yang ukurannya besar sekali. Hal ini yang akhirnya menyebabkan timbul kontroversi karena umat Buddha yang diwakili oleh Niciren Syosyu Indonesia mengajukan keberatannya patung sang Buddha diletakkan di sebuah tempat hiburan malam. Setelah melalui proses yang cukup panjang, bar yang saat itu termasuk kategori sangat berkelas ini pun harus tutup.

Alasan gue sangat ingin masuk ke Bistro Boulevard ini ada beberapa. Pertama, memang gue selalu ingin mencoba restoran baru kalau bisa. Kedua, gue sangat ingin tau isi dalam bangunan tua ini bagaimana. Ketiga, rasanya mengagetkan ya kalau dari sebuah bar yang terkenal sangat mahal tiba-tiba mereka berubah haluan menjadi bistro. Dengan semua itu, maka melangkahlah kaki ini menuju tempat tersebut.

Saat tiba, seorang greeter menyambut dengan ramah, menanyakan nama dan menunjukkan jalan masuk ke ruang utama. Begitu melangkah ke ruangan itu, ya ampun..... Hawanya "tebel banget". Yang langsung kebayang di kepala adalah, "Ini ruangan banyak amat penunggunya ya beterbangan begitu".   Restoran ini luas sekali, diisi dengan banyak meja dengan kesan anggun dan setiap meja dilengkapi dengan alat makan four-course dan gelas wine. Benar-benar kesannya restoran mewah. Sementara itu gue langsung berpikir tentang arti kata "Bistro". Menurut penjelasan dari google, di Perancis, Bistro adalah nama umum untuk sebuah cafe yang menyediakan hidangan dengan harga di kisaran menengah.Kesan pertama dari restoran ini jelas jauh dari santai. Jadi rasanya gak tepat ya untuk milih nama Bistro.



Setelah akhirnya meminta duduk di lounge supaya ada sinar matahari (sumpe luh di dalam restonya itu gelap tanpa sinar matahari dan kayanya leher tambah lama tambah pegel nahan yang tebel itu), gue mulai membuka buku menu yang disodori. Terus terang aja, buku menu ini sederhana banget. Gak cocok deh dengan tampilan restorannya.

Lihat halaman appetizer, masih ok harganya. Masuk halaman main course. Ya ampun, mahal amat. Sekelas fine dining kayanya. Tadinya gue mau cuek aja pesan, toh lagi ultah, tapi terus mikir, masa tengah hari panas-panas gitu makan steak ukuran 300 gram? Kayanya gak cocok amat ya. Liat halaman berikut, sama aja. Jadi ternyata main course di restoran ini hanya steak dengan harga minimal Rp. 220.000. Ada steak ikan salmon dengan harga Rp. 180.000 sih, tapi gue gak suka salmon matang. Maunya sashimi aja hehehe...

Pikir punya pikir, ah sudahlah pilih makanan ringan saja. Pilihan jatuh ke Caramelized Apricot Salad dan French Onion Soup. Biar kaya bule lah makan siangnya salad aja :))

Sebelum pesanan tiba, ternyata di meja langsung dihidangkan complimentary bread basket. Ada 4 macam roti di keranjang itu. Yang gue ambil cuma semacam bread stick yang panjang-panjang karena gak mau terlalu kenyang sebelum menikmati pesanan. Bread basket ini dilengkapi herb butter yang wuenak tenan. Asli enak banget. Herbnya sih yang pasti ada sedikit oregano dan rosemarry, tapi sisanya apa gue gak bisa tau. Yang pasti kalau rotinya dicocol ke situ langsung meleleh buter-nya dan rasanya mantap.

Dalam waktu relatif singkat, salad sudah muncul. Tampilannya cukup manis. Isinya irisan halus zucchini, caramelized apricot, jeruk, ada beberapa sayuran lagi dan ricotta cheese.


Harga dari salad ini Rp. 45.000++. Isinya memang kelihatan nggak banyak, tapi memang sangat pas sekali untuk ukuran appetizer. Caramelized appricot yang jadi juaranya memang rasanya enak banget. Manis tapi tidak berlebihan dan ada wewangian yang entah apa gue gak bisa tebak. Begitu appricot itu dioleskan dengan ricotta cheese yang ada diatasnya itu baru gue bisa bilang, "This is what you call a fine meal". Enak banget! Rasanya mereka buat sendiri ricotta cheese ini karena rasanya sangat ringan, jauh dari magtig, dan memang benar-benar klop dengan sayuran lainnya.


Hidangan yang kedua juga keluar dalam waktu cepat. Sekitar 5 menit setelah salad karena harus dipanaskan terlebih dahulu. Kenapa gue  pilih French Onion Soup? Gue agak terobsesi dengan caramelized onion setelah nonton Master Chef Australia :)) Pengen tau aja seberapa jagonya chef resto ini membuatnya.


Ini yang namanya jago masak. Tob. Onionnya benar-benar terbentuk karamelnya sampai jadi manis, yang gue yakin bukan karena gula. Rasa gurihnya pun "dapet" banget. Di bagian atas itu ditutupi dengan garlic bread yang rasanya tidak istimewa tapi enak lah.Oiya, harganya Rp. 35.000++.

Dengan total pembayaran sekitar Rp. 110.000 rasanya gue bisa bilang ini pengalaman yang cukup menyenangkan. Dan mengenyangkan juga lho :)