Tahu Petis Semarang Yudhistira

This is a lazy Sunday in deed and neither me or mom intended to cook any meals. Off we all went out to lunch and groceries shopping at Grand Lucky.

Dalam perjalanan menuju wilayah SCBD tiba-tiba gue teringat akan melewati wilayah Santa dimana terdapat penjual kudapan yang sudah lama nggak gue kunjungi. Sebenarnya "kisah cinta" gue dengan kudapan ini cukup aneh.

Nyokap gue berasal dari Semarang namun sayangnya waktu kecil gue jarang dibawa mudik ke sana karena eyang dari pihak nyokap meninggal waktu gue  masih SD dan kebanyakan pakde bude om tante tinggal di Jakarta. Kunjungan terakhir gue ke Semarang setahun sebelum eyang perempuan meninggal. Gue masih ingat banget pada suatu malam om gue pulang ke rumah eyang dengan membawa sebungkus besar makanan. Begitu dibuka gue melihat tumpukan tahu goreng yang diisi sesuatu berwarna hitam. Saat itu baru gue ketahui bahwa ini yang disebut sebagai tahu petis. Semua orang dewasa yang hadir saat itu berusaha membujuk gue untuk mencicipinya. Dan gue sukses muntah setelah gigitan pertama. Amis!

Ketika mulai bekerja di sebuah serikat pekerja negara kakek Sam, seringkali gue diharuskan melakukan perjalan ke Semarang. Suatu ketika, beberapa sejawat dari kantor membawa gue jalan kaki ke suatu tempat dan ternyata mereka membeli tahu petis. Awalnya tentu gue menolak mencoba karena trauma dengan pengalaman muntah, tapi bujuk rayu kelompok 4L (laper lagi laper lagi) memang dahsyat. Akhirnya dengan berat hati gue mengambil sebuah tahu dengan perjanjian kalau gue gak suka, harus ada yang bersedia menghabiskan sisanya. Ajaib, ketika gue menggigitnya, gue suka rasanya. Gigitan kedua makin suka. Gigitan ke tiga, gue secara resmi menganggap tahu petis Semarang sebagai salah satu kudapan wajib beli ketika bertandang ke sana.

Sayangnya pekerjaan gue di kantor tersebut harus berhenti dan pindah ke kantor lain yang wilayah kerjanya tidak termasuk Semarang. Bertahun-tahun gue harus menahan keinginan mendalam untuk makan tahu petis lagi. Sudah coba berbagai macam tahu petis di beberapa kota atau propinsi tapi nggak cocok. Tahu petis Semarang memang beda deh.

Suatu hari perjalanan hidup membawa seorang sahabat untuk memperkenalkan gue dengan sahabatnya ketika kuliah. Berawal dari seringnya ngopi-ngopi dengan orang ini dan istrinya, yang ternyata orang Semarang, tercetuslah kata bahwa gue merindukan tahu petis. Pernah tau pepatah pucuk dicinta ulam pun tiba? Ini persis yang gue alami. Ternyata teman ini, namanya Wieke, baru saja memulai bisnis berjualan tahu petis Semarang di mal Ambassador. Langsung pula menjanjikan membawakan beberapa buah untuk mencoba kalau gue belum sempat ke Ambas. Well, namanya juga gue, demi makanan malas pun dihadang. Besoknya gue ke Ambas khusus untuk beli tahu ini.

 Ketika itu kemasannya belum seperti ini, masih kertas coklat bertuliskan mereknya saja. Gue ingat persis gue langsung pesan tiga buah untuk dimakan di tempat. Ketika tahu-tahu itu sampai ke hadapan, rasanya gue menarik nafas panjang. This is it, the long agony of waiting is over. I'm about to savor the tahu petis again. Dan pandangan pertama gue tidak salah. Rasa tahu dan petisnya persis sis sis sis tahu petis yang ada di Semarang. Enak banget tahunya, dan petisnya juga royal sampai meleleh-leleh ke sisi tahunya. Simple pleasure...


Sejak saat itu gue mentasbihkan tahu petis yudhistira sebagai tahu petis Semarang paling otentik di Jakarta. Bukan hanya karena yang punya adalah seorang teman, tapi memang rasanya patut diberi acungan jempol. Sejak itu seringkali gue beli untuk dibawa pulang dan bokap nyokap bertanya-tanya gimana bisa anaknya yang dulu muntah karena tahu petis sekarang jadi semaniak ini. People do change :)

Hari ini gue kembali membeli sepuluh buah tahu petis diiringi pesan, petisnya yang banyak. Dan benar saja, diberikan petis sampai meleleh jatuh ke kotaknya. Dari Santa sampai SCBD gue nyetir sambil ngemil tahu ini. Anggap aja sarapan ya :D




Well, dear Wieke dan Doni, terima kasih banyak ya. Inovasi dan kerja keras kalian untuk membawa tahu petis ke Jakarta benar-benar menjadi kenikmatan tersendiri buat gue. Gak perlu jauh-jauh lagi ke Semarang, cukup ke Ambas atau Santa dan gue sudah bisa menikmati salah satu makanan to die for ini. Tujuan gue sekarang cuma satu, bikin bule-bule suka sama makanan ini. Selama ini kalau gue tawarin mereka selalu menolak karena gak tahan sama warna dan bau petisnya padahal udah gue rayu dengan bilang ini adalah makanan yang dibuat di surga :))




0 komentar:

Posting Komentar