Sebagian dari kita beruntung pernah dan masih terus menerima limpahan
kasih sayang dari banyak orang. Orang tua, kakak, adik, kakek, nenek,
om, tante, saudara, tetangga, teman... Tata kehidupan di negara kita
yang masih menganut pola kekerabatan menempatkan kita pada lingkar
dukungan sosial yang sangat kuat dari orang-orang tersebut. Terkadang
ada orang-orang yang memperlakukan kita dengan sangat baik sejak kita
kecil, layaknya anak mereka sendiri. Memanjakan, memberikan apa yang
kita mau untuk menunjukkan sayang mereka. Setiap dari kita pasti
memiliki orang di luar keluarga inti yang meninggalkan kesan begitu
mendalam dikarenakan kebaikan semacam ini.
Terlahir sebagai anak pertama dari anak pertama (-nya mbah gue) dan anak
perempuan dari satu-satunya anak perempuan(-nya eyang gue) yang
merantau ke Jakarta membuat gue mendapat limpahan perhatian yang kadang
terasa berlebih semasa kecil. Subhanallah, tidak pernah sekalipun gue
merasakan yang namanya kesusahan karena selalu saja banyak tangan-tangan
baik yang bersedia mengangkat gue ketika gue lemah. Segala bentuk
perhatian pun dicurahkan sebagai bentuk dari dukungan dari apa yang kita
kenal sebagai keluarga besar.
Berangkat dari kesadaran yang muncul ketika bokap mulai sakit, gue
bertekad untuk mengembalikan budi baik yang telah ditanamkan banyak
orang itu kepada gue. Sebisa mungkin sejauh kemampuan gue mencoba
mengakrabi lagi hubungan keluarga besar yang sempat renggang hanya
karena gue merasa sudah besar, padahal masih mencari jati diri sebagai
ABG saat itu, dan mulai jarang mau diajak berkunjung ke rumah saudara.
Gue tau persis siapa saja bude-bude dan pakde-pakde, tante-tante dan
om-om yang memainkan peran besar dalam memberikan gue kebahagiaan masa
kecil. Kemudian datang saatnya dimana gue harus mengembalikan itu semua.
Ketika usia mereka tergerus senja, gue merasa harus lebih sering
mendatangi mereka sekedar duduk-duduk ngobrol sambil menikmati secangkir
teh mentertawakan hal-hal di masa lalu atau mendengarkan cerita tentang
perilaku bokap atau nyokap.
Sayang, gue tidak bisa melakukannya lama. Mendadak dalam dua bulan gue
harus kehilangan dua pakde dan satu bude yang sedari kecil mewarnai
hidup gue. Sayang, bahkan sampai detik-detik terakhir gue tidak mampu
memenuhi keinginan mereka. Sayang, bahkan ketika di tengah kepayahannya
pakde gue meminta sesuatu, gue cuma bisa menjanjikan membawakannya tapi
ternyata tak berhasil. Entah sesal atau kesal yang gue rasa. Atau
gabungan keduanya. Mungkin juga merasa tak berdaya karena tidak bisa
memaksakan apa yang mereka pinta. Mungkin saja rasa ingin mengamuk
karena untuk satu hal kecil saja gue tidak bisa memberikannya padahal
mereka begitu rela memberikan apa yang gue minta ketika gue kecil.
Tuhan tau betapa gue ingin menjawab permintaan ketiga orang yang gue
hormati ini. Tapi Tuhan juga tau mungkin belum saatnya gue memberikan
apa yang mereka minta.
Selamat jalan ya pakde-pakde, dan bude. Semoga tenang di sana. Salam sama bapak. Bilangin sekali-sekali main kek ke rumah.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar