Sinou Steak

Ketika kita membandingkan sesuatu, bandingkanlah apel dengan apel. Jangan apel dengan delima, ya beda rasanya :)

Keinginan untuk membandingkan itu pula yang malam ini membawa gue ke wilayah di bilangan Senopati. Seperti sudah banyak diketahui di Senopati, tepatnya Jl. Bhakti, ada warung steak yang dua tahun belakangan sangat menjulang namanya karena menjual wagyu dengan harga yang relatif terjangkau. Sang pemilik adalah orang-orang yang biasa berkecimpung di dunia periklanan, tidak heran mereka bisa menemukan cara yang sangat ampuh untuk mempromosikan warungnya. Harus dipahami, sebagaimana gencarnyapun sebuah promosi, tidak akan berhasil kalau makanan yang dijual tidak enak. Nah, si warung ini adalah kombinasi yang sangat hebat antara promosi yang brilian, dengan bantuan Twitter, dan rasa makanan yang patut diacungi jempol.

Popularitas si warung steak di Jl. Bhakti nampaknya menggelitik pengusaha makanan serupa. Sinou cafe sebenarnya berawal dari sebuah cafe dua lantai di kawasan Panglima Polim. Beberapa majalah pernah menulis bagaimana enaknya makanan yang mereka jual dan nyamannya tempat itu. Kenyataannya waktu gue datang, makanannya cuma enak sekedarnya saja, cafenya penuh asap rokok karena tidak ada pemisahan, dan jauh dari kesan romantis seperti yang disebut-sebut sebelumnya.

Pengalaman itu yang membuat gue agak sedikit enggan untuk mendatangi Sinou yang ada di Senopati ini. Berbekal pernyataan dari beberapa orang yang meyakinkan konsepnya berbeda, kaki ini pun gue paksa untuk menginjak gas dan kopling walaupun rasanya betis sudah kaku malam ini.


Dalam perjalanan gue sudah berusaha untuk tiba sebelum jam 7 karena yakin sekali parkirannya akan penuh. Untungnya tiba masih 15 menit sebelum jam 7 dan masih ada parkiran untuk 3 mobil lagi. Aman :) Rumah makan ini dibuat berkonsep nanggung sebenarnya. Maunya sih bergaya peternakan di Amerika sana tapi nggak sampai. Dan satu hal yang kami bahas tadi, kalau konsepnya Amerika, kok toiletnya diberi tanda "To the Loo"? Hayoooooo yang suka nonton film berbahasa Inggris. Kalau tulisannya "Loo" berarti ini bahasa Inggris dari negara mana ya? :)

Dengan tujuan membandingkan tadi akhirnya gue memesan wagyu potongan bagian punggung (duh..mendadak lupa namanya apa) medium well done dan teman gue memesan rib eye wagyu well done. Kami berdua memilih dua macam saus: mushroom dan Sinou special creamy sauce.

Taraaaaaa... Dalam waktu kurang dari 10 menit daging pun tiba. Langsung gue melirik ke jam tangan dan saat itu juga gue yakin satu hal: mereka sudah siapkan daging setengah matang. Steak dengan ketebalan sebesar ini dan untuk tingkat kematangan medium well punya gue harusnya dipersiapkan selama 12 menit, sementara punya teman gue harusnya 16 menit. Kenyataannya, makanan kami tiba dengan selisih waktu 1 menit saja. Gue berpikir, "Baiklah... Ini satu perbedaan. Mari kita coba makan". Mulailah gue mencicip ke dua macam saus. Enak, tapi tidak istimewa, cukupan aja. Sebenarnya kedua saus ini mirip, hanya si special sauce sepertinya ditambahi sedikit mustard dan ada rosemarry. Langkah berikutnya tentu saja memotong steak. Apa yang terjadi? Steak gue udah well done :) Gak ada lagi warna merah muda yang menjadi ciri khas steak medium well done. Itulah yang terjadi kalau dagingnya sudah dimasak setengah matang. Harusnya mereka sadar, daging kalau sudah dipanggang kemudian diangkat dalam keadaan panas, proses pematangannnya akan terus terjadi. Jadi jangan harap di restoran ini bisa dapat daging medium dan medium well yang tepat ya. Rasa steak-nya sih enak, tidak kalah dengan tetangga sebelah, hanya saja kok gue merindukan rasa rosemarry yang sangat kental di produk tetangga itu ya?



Ternyata juga, sausnya tidak cocok dipakai untuk mencocol steaknya. Steaknya enak, sausnya enak, tapi kalau dipadukan gak cocok. Cocoknya dimakan sendiri sendiri. Oiya, steak ini disajikan dengan pilihan french fries atau mashed potato dan tumisan sayuran. Tumisan sayurannya agak manis, tapi gue suka. Mashed potato-nya kelamaan ditumbuk, jadi glutennya keburu kebanyakan keluar. Kalau langsung dimakan mungkin gak akan terlalu kentara, tapi berhubung mereka sudah persiapkan untuk semua pengunjung alias didiamkan beberapa jam, glutennya itu sangat terasa di lidah. I don't really like it.


Kelebihan dari rumah makan ini, kalau ini boleh disebut sebagai "kelebihan" adalah tempatnya lumayan sepi, cukup nyaman untuk menikmati makanan tanpa terganggu orang antri yang membuat tak enak hati jika kita ingin berlama-lama. Sementara itu kekurangannya adalah, mereka hanya menyajikan steak, tanpa dessert. Tadi itu rasanya I could use some chocolate or tiramisu or a cup of coffee.

Penilaian keseluruhan oke lah. Definitely gak keberatan balik lagi, tapi kalo udah sampai Senopati kayanya godaan jl Bhakti lebih besar :)

0 komentar:

Posting Komentar